Bourdieu
Gagasan
dan pemikiran Bourdieu di pengaruhi oleh beberapa tokoh yaitu Ludwig Wittgenstein, Maurice Marleau-Ponty,
Edmund Husserl, Georges Canguilhem, Karl Marx, Gaston Bachelard, Max Weber,
Emile Durkheim, dan Norbert Elias.
Dari
Max Weber, ia memperoleh kesadaran tentang pentingnya dominasi dan sistem
simbolik dalam kehidupan sosial, serta gagasan tatanan sosial yang akhirnya
akan ditransformasikan oleh Bourdieu ke dalam teori ranah-ranah (fields). Dari
Karl Marx, ia memperoleh antara lain pemahaman tentang masyarakat‖ sebagai
penjumlahan hubungan-hubungan social. yang eksis dalam dunia sosial adalah
hubungan-hubungan bukan interaksi antara agen-agen, atau ikatan intersubyektif
antara individu-individu, namun hubungan-hubungan obyektif yang eksis secara
independen dari kesadaran dan kehendak individual.‖ Hubungan-hubungan itu
berlandaskan pada bentuk dan kondisi-kondisi produksi ekonomi, dan kebutuhan
untuk secara dialektis mengembangkan teori sosial dari praktik sosial.
Produksi dan Reproduksi Struktur
Bourdieou
melihat kejadian social dengan hubungan praktiknya dalam masyarakat. Gagasan
teoritiknya meliputi habitus, ranah (field), dan kekerasan simbolik. Ia
meluaskan gagasan modal (capital) ke kategori-kategori seperti modal sosial,
modal budaya, dan modal simbolik. Bagi Bourdieu, setiap individu menempati
suatu posisi dalam ruang sosial multidimensional. Ruang itu tidak didefinisikan
oleh keanggotaan kelas sosial, namun melalui jumlah setiap jenis modal yang ia
miliki. Modal itu mencakup nilai jejaring sosial, yang bisa digunakan untuk
memproduksi ketidaksetaraan. Misalnya, pilihan atau selera jenis music (jazz,
pop, rock, indi, klasik, musik tradisional) dapat menunjukkan posisi kelas
sosial.
Habitus dan Ranah
Habitus merupakan hasil ciptaan
kehidupan kolektif yang berlangsung selama periode historis yang relatif
panjang (menjadi kebiasaan). Struktur mental atau kognitif yang digunakan actor
untuk menghadapi kehidupan sosial. Aktor berbekal pola yang diinternalisasikan
yang digunakan untuk merasakan, memahami, menyadari, dan menilai dunia sosial.
Melalui pola-pola itulah actor memproduksi tindakan mereka dan juga menilainya.
Secara dialektika habitus adalah “produk internalisasi struktur” dunia social.
Habitus mencerminkan pembagian objektif dalam struktur kelas seperti menurut
umur, jenis kelamin, kelompok, dan kelas social yang diperoleh sebagai akibat
dari lamanya posisi dalam kehidupan sosial yang diduduki. Dalam pengertian ini
habitus dapat pula menjadi fenomena kolektif, tetapi dengan adanya banyak
habitus berarti kehidupan social dan strukturnya tak dapat dipaksakan seragam
kepada seluruh aktor. Habitus dapat bertahan lama dan dapat pula berubah dalam
arti dapat dialihkan dari satu bidang ke bidang yang lain.
Ranah adalah arena,
merupakan tempat dimana ada banyak habitus-habitus yang berperang untuk tetap
mempertahankan ideologinya. Dan habitus yang tepat atau sesuai dengan pola
masyarakat yang dapat bertahan dan menjadi bagian struktur masyarakat.
Doxa
Doxa
adalah kepercayaan dan nilai-nilai tak sadar, berakar mendalam, mendasar, yang
dipelajari (learned), yang dianggap sebagai universal-universal yang terbukti
dengan sendirinya (self-evident), yang menginformasikan tindakan-tindakan dan
pikiran-pikiran seorang agen dalam ranah (fields) tertentu. Doxa cenderung
mendukung pengaturan sosial tertentu pada ranah tersebut, dan dengan demikian
mengistimewakan pihak yang dominan dan menganggap posisi dominan tersebut
sebagai terbukti dengan sendirinya (self-evident) dan lebih disukai secara
universal (universally favorable).
Contoh:
di Jawa, ada kebiasaan dimana orang yang lebih muda harus membungkukkan badan
ketika berjalan di hadapan orang yang lebih tua (makna permisi, untuk
menghormati), jika ada yang melintas dihadapan orang yang lebih tua tanpa
membungkukkan badan bisa dikatakan tidak memiliki sopan santun. Jadi kebiasaan membungkukkan badan sudah mengakar
menjadi nilai-nilai dalam masyarakat tanpa kita sadari kita akan melakukan
dengan otomatis.
Kekuasaan dan Sumber daya (Capital/Modal)
-
Ekonomic Capital (modal
ekonomi)
yaitu kekuasaan yang dimiliki berdasarkan pemasukan, upah, pendapatan, harta dan benda
yaitu kekuasaan yang dimiliki berdasarkan pemasukan, upah, pendapatan, harta dan benda
-
Cultural Capital (modal
kebudayaan)
Kekuasaan
yang dimiliki berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh melalui
pendidikan formal, missal: gelar Prof., PhD, Master degree, dll
-
Social Capital (Modal
Sosial)
Bisa
diperoleh dari interaksi dan hubungan dengan masyarakat luas, missal:
networking atau jaringan yang di dapat dalam bermasyarakat
-
Symbolic capital (Modal
Simbolik )
Posisi
istimewa dimana memperoleh modal/ capital sebanyak-banyaknya. Dan dapat
mkenimbulkan kekerasan simbolik.
Bourdieu melihat modal
simbolik atau symbolic capital (seperti: harga diri, martabat, atensi)
merupakan sumber kekuasaan yang krusial. Modal simbolik adalah setiap spesis
modal yang dipandang melalui skema klasifikasi, yang ditanamkan secara sosial.
Ketika pemilik modal simbolik menggunakan kekuatannya, ini akan berhadapan
dengan agen yang memiliki kekuatan lebih lemah, dan karena itu si agen berusaha
mengubah tindakan-tindakannya. Maka, hal ini menunjukkan terjadinya kekerasan
simbolik (symbolic violence).
Contoh:
Ketika
ada seorang gadis dari keluarga dengan status social ekonomi tinggi membawa
pacarnya yang dari keluarga sederhana ke rumah orang tuanya. Orangtua si gadis,
yang menganggap si pemuda ini tidak pantas disandingkan dengan anak perempuan
mereka, menunjukkan wajah dan tindakan yang menandakan rasa kurang senang.
Simbol-simbol ini menyampaikan pesan bahwa si gadis tidak akan diizinkan
meneruskan hubungannya dengan sang pacar. Namun, orangtua si gadis tidak secara
paksa menyatakan ketidaksetujuannya. Orang mengalami kekuasaan simbolik dan
sistem pemaknaan (budaya) sebagai sesuatu yang sah (legitimate). Maka, si gadis
sering akan merasa wajib memenuhi tuntutan orangtuanya yang tak terucapkan,
tanpa memperdulikan kebaikan sebenarnya dari si pemuda pelamarnya. Gadis itu
dibuat menyalahartikan atau tidak mengenali hakikat si pemuda. Lebih jauh, dengan memandang kekerasan
simbolik yang dilakukan orangtuanya sebagai sesuatu yang sah, gadis itu ikut
terlibat dalam ketundukannya (subordination) sendiri. Rasa kewajiban telah
berhasil memaksanya secara lebih efektif, ketimbang yang dapat dilakukan oleh
teguran atau omelan eksplisit dari si orangtua.
Distinction (Pembedaan)
Bourdieu
menganggap, kemudahan atau kemampuan alamiah pembedaan (distinction) pada
faktanya adalah produk dari kerja sosial yang berat, yang sebagian besar
dilakukan para orang tua mereka. Hal itu melengkapi anak-anak mereka dengan
kecondongan-kecondongan perilaku serta pikiran, yang memastikan mereka sanggup
berhasil dalam sistem pendidikan, dan kemudian dapat mereproduksi posisi kelas
orangtuanya dalam sistem sosial yang lebih luas. Modal budaya (seperti:
kompetensi, keterampilan, kualifikasi) juga dapat menjadi sumber pengenalan dan
kekerasan simbolik.
Contoh:
seorang anak dari keluarga kalangan menengah keatas, atau bisa dibilang dari
keluarga profesor dianggap dan dinilai seorang yang patuh dan penurut,
sedangkan anak-anak dari kalangan bawah bisa dibilang anak dari seorang buruh
pabrik diidentikkan dengan anak-anak nakal, kasar, penentang dan sulit diatur. Karena
itu, anak-anak dari kelas pekerja dapat melihat keberhasilan pendidikan teman
sebayanya yang berasal dari kelas menengah keatas sebagai sesuatu yang selalu
sah. Mereka sering melihat ketidaksetaraan
berdasarkan kelas, hal ini adalah kemampuan alamiah merupakan bagian kunci dari
proses transformasi warisan simbolik atau ekonomi seseorang (seperti: aksen atau harta milik) menjadi
modal budaya (seperti: kualifikasi universitas) –suatu proses di mana logika
ranah-ranah budaya dapat menghalangi atau menghambat, tetapi tidak dapat
mencegah.
Sumber bacaan atau referensi: Jurnal
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan
Simbolik Oleh: Satrio Arismunandar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KALAU MAU KOMEN YANG BAIK YA SAY ^____^