Kamis, 10 Oktober 2013

TEORI-TEORI EMILE DURKHEIM (Durkheim Berteori)



Emile Durkheim lahir di Epinal, provinsi Lorraine, Perancis Timur pada 15 April 1858. Durkheim boleh disebut sebagai sosiologi Perancis pertama yang sepanjang hidupnya menempuh jenjang ilmu sosiologi yang paling akademis. Dialah yang juga memperbaiki metode berfikir sosiologis yang tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika filosofis tetapi sosiologi akan menjadi ilmu pengetahuan yang benar katanya apabila mengangkat gejala sosial sebagai fakta-fakta yang dapat diobservasi.
“A thing he definite as anything that could be observed. Social phenomena, he said, must be treated as “things”, If Sociology was to be made a science.” dan Durkheim pula dengan kukuh menolak interpretasi yang biologistik dan psikoligistik terhadap masalah-masalah sosial. Itulah sebabnya Sorokin memasukkan Durkheim masuk ke dalam aliran sosiologistik.
Dia dilahirkan dalam keluarga agamis namun pada usia belasan tahun minat terhadap agama lebih akademis daripada teologis. Pada usia 21 tahun Durkheim diterima di Ecole Normale Superieure setelah sebelumnya gagal dalam ujian masuk. Di Universitas tersebut dia merupakan mahasiswa yang serius dan kritis, kemudian pemikiran Durkeim dipengaruhi oleh dua orang profesor di Universitasnya itu (Fustel De Coulanges dan Emile Boutroux).
Setelah menamatkan pendidikan di Ecole Normale Superieure, Durkheim mengajar filsafat di salah satu sekolah menengah atas (Lycees Louis-Le-Grand) di Paris pada tahun 1882 sampai 1887. Kemudian masih pada tahun 1887 (29 tahun) disamping prestasinya sebagai pengajar dan pembuat artikel dia juga berhasil mencetuskan sosiologi sebagai disiplin ilmu yang sah di bidang akademik karena prestasinya itu dia dirgai dan diangkat sebagai ahli ilmu sosial di fakultas pendidikan dan fakultas ilmu sosial di universitas Bourdeaux.
Tahun 1893 Durkheim menerbitkan tesis doktoralnya dalam bahasa perancis yaitu The Division of Labour in Society dan tesisnya dalam bahasa Latin tentang Montesqouieu. Kemudian tahun 1895 menerbitkan buku keduanya yaitu The Rules of Sociological Method. Tahun 1896 diangkat menjadi professor penuh untuk pertama kalinya di Prancis dalam bidang ilmu sosial. Tahun 1897 menerbitkan buku ketiganya yang berjudul Suicide (Le-Suicide) dan mendirikan L’AnĂ©e Sociologique (jurnal ilmiah pertama tentang Sosiologi). Tahun 1899 Durkheim ditarik ke Sorbonne dan tahun 1906 dipromosikan sebagai profesor penuh dalam ilmu pendidikan. Enam tahun keudian (1912) menerbitkan karya keempatnya yaitu The Elementary Forms of Religious Life. Satu tahun setelahnya (1913) kedudukannya diubah menjadi professor ilmu Pendidikan dan Sosiologi. Pada tahun ini Sosiologi resmi didirikan dalam lembaga pendidikan yang sangat terhormat di Prancis.
Tahun 1915 Durkheim mendapat musibah, putranya (Andre) cedera parah dan meninggal. Pada 15 November 1917 (pada usia 59 tahun) Durkheim meninggal sesudah menerima penghormatan dari orang-orang semasanya untuk karirnya yang produktif dan bermakna, serta setelah dia mendirikan dasar Sosiologi ilmiah.

Teori-teori Emile Durkheim

1    Teori Solidaritas (The Division of Labour in Society)
Dalam buku ini menerangkan bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang melakukan pekerjaaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan / atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.

  1. Solidaritas mekanis
Solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum represif (pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu). karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain, dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun pelanggaran terhadap system nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh setiap individu. Pelanggar akan dihukum atas pelanggaranya terhadap system moral kolektif.  Meskipun pelanggaran terhadap system moral hanya pelanggaran kecil namun mungkin saja akan dihukum dengan hukuman yang berat.

2. Solidaritas organik
Masyarakat solidaritas organic dibentuk oleh hukum restitutif (ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks). Dimana seseorang yang melanggar harus melakukan restitusi untuk kejahatan mereka, pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau sekmen tertentu dari masyarakat bukannya terhadap sistem moral itu sendiri. Dalam hal ini, kurangnya moral kebanyakan orang tidak melakukan reaksi xecara emosional terhadap pelanggaran hukum. Durkheim berpendapat masyarakat modern bentuk solidaritas moralnya mengalami perubahan bukannya hilang. Dalam masyarakat ini, perkembangan kemandirian yang diakibatkan oleh perkembangan pembagian kerja menimbulkan kesadaran-kesadaran individual yang lebih mandiri, akan tetapi sekaligus menjadi semakin tergantung satu sama lain, karena masing-masing individu hanya merupakan satu bagian saja dari suatu pembagian pekerjaan sosial.
  
Fakta Sosial (The Rule Of Sociological Method) 
Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manifestasi individual.
Durkheim membedakan dua tipe ranah fakta sosial:
a.              Fakta sosial Material
Fakta sosial material lebih mudah dipahami karena bisa diamati. Fakta sosial material  tersebut sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuta yang sama-sama berada diluar individu dan memaksa mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut dengan fakta sosial nonmaterial.
b.      Fakta sosial Nonmaterial
Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan tertentu, ia ada dalam fikiran individu. Akan tetapi dia yakin bahwa ketika orang memulai berinteraksi secara sempurna, maka interaksi itu akan mematuhi hukumnya sendiri. Individu masih perlu sebagai satu jenis lapisan bagi fakta sosial nonmaterial, namun bentuk dan isi partikularnya akan ditentukan oleh interaksi dan tidak oleh individu. Oleh karena itu dalam karya yang sama Durkheim menulis : bahwa hal-hal yang bersifat sosial hanya bisa teraktualisasi melalui manusia; mereka adalah produk aktivitas manusia.

Jenis-jenis fakta sosial nonmaterial:

a.       Moralitas
Perspektif Durkheim tentang moralitas terdiri dari dua aspek. Pertama, Durkheim yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial, dengan kata lain, moralitas bisa dipelajari secara empiris, karena ia berada di luar individu, ia memaksa individu, dan bisa dijelaskan dengan fakta-fakta sosial lain. Artinya, moralitas bukanlah sesuatu yang bisa dipikirkan secara filosofis, namun sesuatu yang mesti dipelajari sebagai fenomena empiris. Kedua, Durkheim dianggap sebagai sosiolog moralitas karena studinya didorong oleh kepeduliannya kepada “kesehatan” moral masyarakat modern.

b.      Kesadaran Kolektif
Durkheim mendefinisikan kesadaran kolektif sebagai berikut; “seluruh kepercayaan dan perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu sistem yang tetap yang punya kehidupan sendiri, kita boleh menyebutnya dengan kesadaran kolektif atau kesadaran umum. Dengan demikian, dia tidak sama dengan kesadaran partikular, kendati hanya bisa disadari lewat kesadaran-kesadaran partikular”.
Ada beberapa hal yang patut dicatat dari definisi ini. Pertama, kesadaran kolektif terdapat dalam kehidupan sebuah masyarakat ketika dia menyebut “keseluruhan” kepercayaan dan sentimen bersama. Kedua, Durkheim memahami kesadaran kolektif sebagai sesuatu terlepas dari dan mampu menciptakan fakta sosial yang lain. Kesadaran kolektif bukan hanya sekedar cerminan dari basis material sebagaimana yang dikemukakan Marx. Ketiga, kesadaran kolektif baru bisa “terwujud” melalui kesadaran-kesadaran individual.
Kesadaran kolektif merujuk pada struktur umum pengertian, norma, dan kepercayaan bersama. Oleh karena itu dia adalah konsep yang sangat terbuka dan tidak tetap. Durkheim menggunakan konsep ini untuk menyatakan bahwa masyarakat “primitif” memiliki kesadaran kolektif yang kuat, yaitu pengertian, norma, dan kepercayaan bersama, lebih dari masyarakat modern.

c.       Representasi Kolektif
Contoh representasi kolektif adalah simbol agama, mitos, dan legenda populer. Semuanya mempresentasikan kepercayaan, norma, dan nilai kolektif, dan mendorong kita untuk menyesuaikan diri dengan klaim kolektif. Representasi kolektif juga tidak bisa direduksi kepada individu-individu, karena ia muncul dari interaksi sosial, dan hanya bisa dipelajari secara langsung karena cenderung berhubungan dengan simbol material seperti isyarat, ikon, dan gambar atau berhubungan dengan praktik seperti ritual.

d.      Arus Sosial
Menurut Durkheim, arus sosial merupakan fakta sosial yang tidak menghadirkan diri dalam bentuk yang jelas. Durkheim mencontohkan dengan “dengan luapan semangat, amarah, dan rasa kasihan” yang terbentuk dalam kumpulan publik.

e.       Pikiran Kelompok
Durkheim menyatakan bahwa pikiran kolektif sebenarnya adalah kumpulan pikiran individu. Akan tetapi pikiran individual tidak secara mekanis saling bersinggungan dan tertutup satu sama lain. Pikiran-pikiran individual terus-menerus berinteraksi melalui pertukaran simbol: mereka megelompokkan diri berdasarkan hubungan alami mereka, mereka menyusun dan mengatur diri mereka sendiri. Dalam hal ini terbentuklah suatu hal baru yang murni bersifat psikologis, hal yang tak ada bandingannya di dunia biasa.

Teori Bunuh Diri
Durkheim memilih studi bunuh diri karena persoalan ini relative merupakan fenomena konkrit dan spesifik, di mana tersedia data yang bagus cara komparatif. Akan tetapi, alasan utama Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri ini adalah untuk menunjukkan kekuatan disiplin Sosiologi. Dia melakukan penelitian tentang angka bunuh diri di beberapa negara di Eropa. Secara statistik hasil dari data-data yang dikumpulkannya menunjukkan kesimpulan bahwa gejala-gejala psikologis sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Menurut Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana penelitian dengan menghubungkannya terhadap sturktur sosial dan derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat.
Durkheim memusatkan perhatiannya pada 3 macam kesatuan sosial yang pokok dalam masyarakat:
a. Bunuh Diri dalam Kesatuan Agama. Dari data yang dikumpulan Durkheim menunjukkan bahwa angka bunuh diri lebih besar di negara-negara protestan dibandingkan dengan penganut agama Katolik dan lainnya. Penyebabnya terletak di dalam perbedaan kebebasan yang diberikan oleh masing-masing agama tersebut kepada para penganutnya.
b. Bunuh Diri dalam Kesatuan Keluarga. Dari penelitian Durkheim disimpulkan bahwa semakin kecil jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil pula keinginan untuk hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar, mengikat orang pada kegiatan-kegiatan sosial di antara anggota-anggota kesatuan tersebut.
c. Bunuh Diri dalam Kesatuan Politik. Dari data yang dikumpulkan, Durkheim menyimpulkan bahwa di dalam situasi perang, golongan militer lebih terintegrasi dengan baik, dibandingkan dalam keadaan damai. Sebaliknya dengan masyarakat sipil.
      Kemudian data tahun 1829-1848 disimpulkan bahwa angka bunuh diri ternyata lebih kecil pada masa revolusi atau pergolakan politik, dibandingkan dengan dalam masa tidak terjadi pergolakan politik. Durkheim membagi tipe bunuh diri ke dalam 4 macam: 
 
       1. Bunuh Diri Egoistis.
Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat atau kelompok di mana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial yang luas. Lemahnya integrasi ini melahirkan perasaan bahwa individu bukan bagian dari masyarakat, dan masyarakat bukan pula bagian dari individu. Lemahnya integrasi sosial melahirkan arus sosial yang khas, dan arus tersebut melahirkan perbedaan angka bunuh diri. Misalnya pada masyarakat yang disintegrasi akan melahirkan arus depresi dan kekecewaan. Kekecewaan yang melahirkan situasi politik didominasi oleh perasaan kesia-siaan, moralitas dilihat sebagai pilihan individu, dan pandangan hidup masyarakat luas menekan ketidakbermaknaan hidup, begitu sebaliknya. Durkheim menyatakan bahwa ada faktor paksaan sosial dalam diri individu untuk melakukan bunuh diri, di mana individu menganggap bunuh diri adalah jalan lepas dari paksaan sosial.
2. Bunuh Diri Altruistis.
Terjadi ketika integrasi sosial yang sangat kuat, secara harfiah dapat dikatakan individu terpaksa melakukan bunuh diri. Salah satu contohnya adalah bunuh diri massal dari pengikut pendeta Jim Jones di Jonestown, Guyana pada tahun 1978. Contoh lain bunuh diri di Jepang (Harakiri). Bunuh diri ini makin banyak terjadi jika makin banyak harapan yang tersedia, karena dia bergantung pada keyakinan akan adanya sesuatu yang indah setelah hidup di dunia. Ketika integrasi mengendur seorang akan melakukan bunuh diri karena tidak ada lagi kebaikan yang dapat dipakai untuk meneruskan kehidupannya, begitu sebaliknya.
3. Bunuh Diri Anomic.
Bunuh diri ini terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu. Gangguan tersebut mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras yang tidak pernah puas terhadap kesenangan. Bunuh diri ini terjadi ketika menempatkan orang dalam situasi norma lama tidak berlaku lagi sementara norma baru belum dikembangkan (tidak ada pegangan hidup). Contoh: bunuh diri dalam situasi depresi ekonomi seperti pabrik yang tutup sehingga para tenaga kerjanya kehilangan pekerjangan, dan mereka lepas dari pengaruh regulatif yang selama ini mereka rasakan.
Contoh lainnya seperti booming ekonomi yaitu bahwa kesuksesan yang tiba-tiba individu  menjauh dari struktur tradisional tempat mereka sebelumnya melekatkan diri.

4. Bunuh Diri Fatalistis.
Bunuh diri ini terjadi ketika regulasi meningkat. Durkheim menggambarkan seseorang yang mau melakukan bunuh diri ini seperti seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu yang tertahan oleh disiplin yang menindas. Contoh: perbudakan.

Teori tentang Agama (The Elementary Forms of Religious Life).
Dalam teori ini Durkheim mengulas sifat-sifat, sumber bentuk-bentuk, akibat, dan variasi agama dari sudut pandang sosiologistis. Agama menurut Durkheim merupakan ”a unified system of belief and practices relative to sacret things”, dan selanjutnya “ that is to say, things set apart and forbidden – belief and practices which unite into one single moral community called church all those who adhere to them.” Agama menurut Durkheim berasal dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu membedakan mengenai hal-hal yang dianggap sacral dan hal-hal yang dianggap profane atau duniawi.
Dasar dari pendapat Durkheim adalah agama merupakan perwujudan dari collective consciouness sekalipun selalu ada perwujudaan-perwujudan lainnya. Tuhan dianggap sebagai simbol dari masyarakat itu sendiri yang sebagai collective consciouness kemudian menjelma ke dalam collective representation. Tuhan itu hanya lah idealisme dari masyarakat itu sendiri yang menganggapnya sebagai makhluk yang paling sempurna (Tuhan adalah personifikasi masyarakat).
Kesimpulannya, agama merupakan lambang collective representation dalam bentuknya yang ideal, agama adalah sarana untuk memperkuat kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama. Orang yang terlibat dalam upacara keagamaan maka kesadaran mereka tentang collective consciouness semakin bertambah kuat. Sesudah upacara keagamaan suasana keagamaaan dibawa dalam kehidupan sehari-hari, kemudian lambat laun collective consciouness tersebut semakin lemah kembali.

B. Kritik Terhadap Emile Durkheim
Durkheim mendapat kritik terhadap jalan pikirannya yang tidak kenal kompromi tentang besarnya peran jiwa kelompok yang membentuk individu-individu anggota masyarakat yang oleh pengeritiknya dianggap berat sebelah. Namun, Durkeim membantah kritikan tersebut sebab teori-teorinya bukan tak berdasar, melainkan diperoleh dari penelitian-penelitian langsungnya dan dengan metode-metode scientific.
Tampilnya Durkheim dengan teori yang dikembangkannya telah merupakan kekuatan tersendiri untuk menopang kedudukan Sosiologi di dalam perkembangan selanjutnya. Dia telah mendapat tempat tersendiri di dalam pemikiran sosiologi dan jasanya begitu besar. Sudah barang tentu tokoh sosiologi ini tidak lepas dari berbagai kritik tajam yang dialamatkan kepadanya. Terutama tentang jalan pikirannya tersebut.
Perlu dicatat, kebolehan Durkheim untuk menerapkan metode yang begitu scientific di dalam menunjang teori-teori yang diajukannya. Sebagaimana kita lihat dia beranjak dari fakta-fakta yang dia temukan dan kumpulkan secara mendetail. Hampir semua teori yang diajukannya itu didukung oleh fakta-fakta dan ini merupakan prestasi tersendiri dari Sosiolog Perancis ini.



Doyle P Johnson. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jil 1. Jakarta: Gramedia
George Ritzer dan Douglas J.Goodman. 2011. Teori Sosiologi. Jil 6. Bantul: Kreasi Wacana
Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Erlangga
 

4 komentar:

KALAU MAU KOMEN YANG BAIK YA SAY ^____^