Emile Durkheim lahir di
Epinal, provinsi Lorraine, Perancis Timur pada 15 April 1858. Durkheim boleh disebut sebagai sosiologi
Perancis pertama yang sepanjang hidupnya menempuh jenjang ilmu sosiologi yang
paling akademis. Dialah yang juga memperbaiki metode berfikir sosiologis yang
tidak hanya berdasarkan pemikiran-pemikiran logika filosofis tetapi sosiologi
akan menjadi ilmu pengetahuan yang benar katanya apabila mengangkat gejala
sosial sebagai fakta-fakta yang dapat diobservasi.
“A thing he definite as
anything that could be observed. Social phenomena, he said, must be treated as
“things”, If Sociology was to be made a science.” dan Durkheim pula dengan kukuh
menolak interpretasi yang biologistik dan psikoligistik terhadap
masalah-masalah sosial. Itulah sebabnya Sorokin memasukkan Durkheim masuk ke
dalam aliran sosiologistik.
Dia dilahirkan dalam keluarga
agamis namun pada usia belasan tahun minat terhadap agama lebih akademis
daripada teologis. Pada usia 21 tahun Durkheim diterima di Ecole Normale
Superieure setelah sebelumnya gagal dalam ujian masuk. Di Universitas tersebut
dia merupakan mahasiswa yang serius dan kritis, kemudian pemikiran Durkeim
dipengaruhi oleh dua orang profesor di Universitasnya itu (Fustel De Coulanges
dan Emile Boutroux).
Setelah menamatkan pendidikan di Ecole Normale Superieure, Durkheim mengajar filsafat di salah satu sekolah menengah atas (Lycees Louis-Le-Grand) di Paris pada tahun 1882 sampai 1887. Kemudian masih pada tahun 1887 (29 tahun) disamping prestasinya sebagai pengajar dan pembuat artikel dia juga berhasil mencetuskan sosiologi sebagai disiplin ilmu yang sah di bidang akademik karena prestasinya itu dia dirgai dan diangkat sebagai ahli ilmu sosial di fakultas pendidikan dan fakultas ilmu sosial di universitas Bourdeaux.
Setelah menamatkan pendidikan di Ecole Normale Superieure, Durkheim mengajar filsafat di salah satu sekolah menengah atas (Lycees Louis-Le-Grand) di Paris pada tahun 1882 sampai 1887. Kemudian masih pada tahun 1887 (29 tahun) disamping prestasinya sebagai pengajar dan pembuat artikel dia juga berhasil mencetuskan sosiologi sebagai disiplin ilmu yang sah di bidang akademik karena prestasinya itu dia dirgai dan diangkat sebagai ahli ilmu sosial di fakultas pendidikan dan fakultas ilmu sosial di universitas Bourdeaux.
Tahun 1893 Durkheim
menerbitkan tesis doktoralnya dalam bahasa perancis yaitu The Division of
Labour in Society dan tesisnya dalam bahasa Latin tentang Montesqouieu.
Kemudian tahun 1895 menerbitkan buku keduanya yaitu The Rules of Sociological
Method. Tahun 1896 diangkat menjadi professor penuh untuk pertama kalinya di
Prancis dalam bidang ilmu sosial. Tahun 1897 menerbitkan buku ketiganya yang berjudul Suicide (Le-Suicide)
dan mendirikan L’AnĂ©e Sociologique (jurnal ilmiah pertama tentang Sosiologi).
Tahun 1899 Durkheim ditarik ke Sorbonne dan tahun 1906 dipromosikan sebagai
profesor penuh dalam ilmu pendidikan. Enam tahun keudian (1912) menerbitkan
karya keempatnya yaitu The Elementary Forms of Religious Life. Satu tahun
setelahnya (1913) kedudukannya diubah menjadi professor ilmu Pendidikan dan
Sosiologi. Pada tahun ini Sosiologi resmi didirikan dalam lembaga pendidikan
yang sangat terhormat di Prancis.
Tahun 1915 Durkheim mendapat musibah, putranya (Andre) cedera parah dan meninggal. Pada 15 November 1917 (pada usia 59 tahun) Durkheim meninggal sesudah menerima penghormatan dari orang-orang semasanya untuk karirnya yang produktif dan bermakna, serta setelah dia mendirikan dasar Sosiologi ilmiah.
Tahun 1915 Durkheim mendapat musibah, putranya (Andre) cedera parah dan meninggal. Pada 15 November 1917 (pada usia 59 tahun) Durkheim meninggal sesudah menerima penghormatan dari orang-orang semasanya untuk karirnya yang produktif dan bermakna, serta setelah dia mendirikan dasar Sosiologi ilmiah.
Teori-teori Emile Durkheim
1
Teori
Solidaritas (The Division of Labour in Society)
Dalam buku ini menerangkan
bahwa masyarakat modern tidak diikat oleh kesamaan antara orang-orang yang
melakukan pekerjaaan yang sama, akan tetapi pembagian kerjalah yang mengikat
masyarakat dengan memaksa mereka agar tergantung satu sama lain. solidaritas
menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu dan / atau kelompok yang
didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang
diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.
Solidaritas mekanis dibentuk oleh hukum represif (pelaku suatu kejahatan atau
perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran
kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu). karena anggota masyarakat jenis ini memiliki kesamaan satu sama lain,
dan karena mereka cenderung sangat percaya pada moralitas bersama, apapun
pelanggaran terhadap system nilai bersama tidak akan dinilai main-main oleh
setiap individu. Pelanggar akan dihukum atas pelanggaranya terhadap system
moral kolektif. Meskipun pelanggaran terhadap system moral hanya
pelanggaran kecil namun mungkin saja akan dihukum dengan hukuman yang berat.
Masyarakat
solidaritas organic dibentuk oleh hukum restitutif (ia bertujuan bukan untuk menghukum
melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks).
Dimana
seseorang yang melanggar harus melakukan restitusi untuk kejahatan mereka,
pelanggaran dilihat sebagai serangan terhadap individu tertentu atau sekmen
tertentu dari masyarakat bukannya terhadap sistem moral itu sendiri. Dalam hal
ini, kurangnya moral kebanyakan orang tidak melakukan reaksi xecara emosional
terhadap pelanggaran hukum. Durkheim berpendapat masyarakat modern bentuk
solidaritas moralnya mengalami perubahan bukannya hilang. Dalam masyarakat
ini, perkembangan kemandirian yang diakibatkan oleh perkembangan pembagian
kerja menimbulkan kesadaran-kesadaran individual yang lebih mandiri, akan
tetapi sekaligus menjadi semakin tergantung satu sama lain, karena
masing-masing individu hanya merupakan satu bagian saja dari suatu pembagian
pekerjaan sosial.
Fakta Sosial (The Rule Of Sociological Method)
Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manifestasi individual.
Fakta Sosial (The Rule Of Sociological Method)
Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manifestasi individual.
Durkheim membedakan dua tipe ranah fakta sosial:
a.
Fakta sosial Material
Fakta sosial material lebih
mudah dipahami karena bisa diamati. Fakta sosial material tersebut sering
kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuta yang sama-sama
berada diluar individu dan memaksa mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut
dengan fakta sosial nonmaterial.
b.
Fakta sosial
Nonmaterial
Durkheim mengakui bahwa fakta sosial
nonmaterial memiliki batasan tertentu, ia ada dalam fikiran individu. Akan
tetapi dia yakin bahwa ketika orang memulai berinteraksi secara sempurna, maka
interaksi itu akan mematuhi hukumnya sendiri. Individu masih perlu sebagai satu
jenis lapisan bagi fakta sosial nonmaterial, namun bentuk dan isi partikularnya
akan ditentukan oleh interaksi dan tidak oleh individu. Oleh karena itu dalam
karya yang sama Durkheim menulis : bahwa hal-hal yang bersifat sosial hanya
bisa teraktualisasi melalui manusia; mereka adalah produk aktivitas manusia.
Jenis-jenis fakta sosial nonmaterial:
a.
Moralitas
Perspektif Durkheim tentang
moralitas terdiri dari dua aspek. Pertama, Durkheim yakin bahwa moralitas
adalah fakta sosial, dengan kata lain, moralitas bisa dipelajari secara
empiris, karena ia berada di luar individu, ia memaksa individu, dan bisa
dijelaskan dengan fakta-fakta sosial lain. Artinya, moralitas bukanlah sesuatu
yang bisa dipikirkan secara filosofis, namun sesuatu yang mesti dipelajari
sebagai fenomena empiris. Kedua, Durkheim dianggap sebagai sosiolog moralitas
karena studinya didorong oleh kepeduliannya kepada “kesehatan” moral masyarakat
modern.
b.
Kesadaran
Kolektif
Durkheim mendefinisikan
kesadaran kolektif sebagai berikut; “seluruh kepercayaan dan perasaan bersama
orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu sistem yang tetap
yang punya kehidupan sendiri, kita boleh menyebutnya dengan kesadaran kolektif
atau kesadaran umum. Dengan demikian, dia tidak sama dengan kesadaran partikular,
kendati hanya bisa disadari lewat kesadaran-kesadaran partikular”.
Ada beberapa hal yang patut
dicatat dari definisi ini. Pertama, kesadaran kolektif terdapat dalam kehidupan
sebuah masyarakat ketika dia menyebut “keseluruhan” kepercayaan dan sentimen
bersama. Kedua, Durkheim memahami kesadaran kolektif sebagai sesuatu terlepas
dari dan mampu menciptakan fakta sosial yang lain. Kesadaran kolektif bukan
hanya sekedar cerminan dari basis material sebagaimana yang dikemukakan Marx.
Ketiga, kesadaran kolektif baru bisa “terwujud” melalui kesadaran-kesadaran
individual.
Kesadaran kolektif merujuk
pada struktur umum pengertian, norma, dan kepercayaan bersama. Oleh karena itu
dia adalah konsep yang sangat terbuka dan tidak tetap. Durkheim menggunakan konsep
ini untuk menyatakan bahwa masyarakat “primitif” memiliki kesadaran kolektif
yang kuat, yaitu pengertian, norma, dan kepercayaan bersama, lebih dari
masyarakat modern.
c.
Representasi
Kolektif
Contoh representasi kolektif
adalah simbol agama, mitos, dan legenda populer. Semuanya mempresentasikan
kepercayaan, norma, dan nilai kolektif, dan mendorong kita untuk menyesuaikan
diri dengan klaim kolektif. Representasi kolektif juga tidak
bisa direduksi kepada individu-individu, karena ia muncul dari interaksi
sosial, dan hanya bisa dipelajari secara langsung karena cenderung berhubungan
dengan simbol material seperti isyarat, ikon, dan gambar atau berhubungan
dengan praktik seperti ritual.
d.
Arus Sosial
Menurut Durkheim, arus sosial
merupakan fakta sosial yang tidak menghadirkan diri dalam bentuk yang jelas.
Durkheim mencontohkan dengan “dengan luapan semangat, amarah, dan rasa kasihan”
yang terbentuk dalam kumpulan publik.
e.
Pikiran
Kelompok
Durkheim menyatakan bahwa pikiran kolektif sebenarnya adalah kumpulan
pikiran individu. Akan tetapi pikiran individual tidak secara mekanis saling
bersinggungan dan tertutup satu sama lain. Pikiran-pikiran individual
terus-menerus berinteraksi melalui pertukaran simbol: mereka megelompokkan diri
berdasarkan hubungan alami mereka, mereka menyusun dan mengatur diri mereka
sendiri. Dalam hal ini terbentuklah suatu hal baru yang murni bersifat
psikologis, hal yang tak ada bandingannya di dunia biasa.
Teori Bunuh Diri
Durkheim memilih studi bunuh
diri karena persoalan ini relative merupakan fenomena konkrit dan spesifik, di
mana tersedia data yang bagus cara komparatif. Akan tetapi, alasan utama
Durkheim untuk melakukan studi bunuh diri ini adalah untuk menunjukkan kekuatan
disiplin Sosiologi. Dia melakukan penelitian tentang angka bunuh diri di
beberapa negara di Eropa. Secara statistik hasil dari data-data yang
dikumpulkannya menunjukkan kesimpulan bahwa gejala-gejala psikologis sebenarnya
tidak berpengaruh terhadap kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. Menurut
Durkheim peristiwa-peristiwa bunuh diri sebenarnya merupakan
kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat dijadikan sarana
penelitian dengan menghubungkannya terhadap sturktur sosial dan derajat
integrasi sosial dari suatu kehidupan masyarakat.
Durkheim memusatkan
perhatiannya pada 3 macam kesatuan sosial yang pokok dalam masyarakat:
a. Bunuh Diri dalam Kesatuan Agama. Dari data yang dikumpulan Durkheim
menunjukkan bahwa angka
bunuh diri lebih besar di negara-negara protestan dibandingkan dengan penganut
agama Katolik dan lainnya. Penyebabnya terletak di dalam perbedaan kebebasan
yang diberikan oleh masing-masing agama tersebut kepada para penganutnya.
b. Bunuh Diri dalam Kesatuan Keluarga. Dari penelitian Durkheim disimpulkan
bahwa semakin kecil jumlah anggota dari suatu keluarga, maka akan semakin kecil
pula keinginan untuk hidup. Kesatuan sosial yang semakin besar, mengikat orang
pada kegiatan-kegiatan sosial di antara anggota-anggota kesatuan tersebut.
c. Bunuh Diri dalam Kesatuan Politik. Dari data yang dikumpulkan, Durkheim
menyimpulkan bahwa di dalam situasi perang, golongan militer lebih terintegrasi
dengan baik, dibandingkan dalam keadaan damai. Sebaliknya dengan masyarakat
sipil.
Kemudian data tahun 1829-1848
disimpulkan bahwa angka bunuh diri ternyata lebih kecil pada masa revolusi atau
pergolakan politik, dibandingkan dengan dalam masa tidak terjadi pergolakan
politik. Durkheim membagi tipe bunuh diri ke dalam 4 macam:
1. Bunuh Diri Egoistis.
1. Bunuh Diri Egoistis.
Tingginya angka bunuh diri egoistis dapat ditemukan dalam masyarakat
atau kelompok di mana individu tidak berinteraksi dengan baik dalam unit sosial
yang luas. Lemahnya integrasi ini melahirkan perasaan bahwa individu bukan
bagian dari masyarakat, dan masyarakat bukan pula bagian dari individu.
Lemahnya integrasi sosial melahirkan arus sosial yang khas, dan arus tersebut
melahirkan perbedaan angka bunuh diri. Misalnya pada masyarakat yang
disintegrasi akan melahirkan arus depresi dan kekecewaan. Kekecewaan yang
melahirkan situasi politik didominasi oleh perasaan kesia-siaan, moralitas
dilihat sebagai pilihan individu, dan pandangan hidup masyarakat luas menekan
ketidakbermaknaan hidup, begitu sebaliknya. Durkheim menyatakan bahwa ada
faktor paksaan sosial dalam diri individu untuk melakukan bunuh diri, di mana
individu menganggap bunuh diri adalah jalan lepas dari paksaan sosial.
2. Bunuh Diri Altruistis.
Terjadi ketika integrasi
sosial yang sangat kuat, secara harfiah dapat dikatakan individu terpaksa
melakukan bunuh diri. Salah satu contohnya adalah bunuh diri massal dari
pengikut pendeta Jim Jones di Jonestown, Guyana pada tahun 1978. Contoh lain
bunuh diri di Jepang (Harakiri). Bunuh diri ini makin banyak terjadi jika makin
banyak harapan yang tersedia, karena dia bergantung pada keyakinan akan adanya
sesuatu yang indah setelah hidup di dunia. Ketika integrasi mengendur seorang
akan melakukan bunuh diri karena tidak ada lagi kebaikan yang dapat dipakai
untuk meneruskan kehidupannya, begitu sebaliknya.
3. Bunuh
Diri Anomic.
Bunuh diri ini terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu.
Gangguan tersebut mungkin akan membuat individu merasa tidak puas karena
lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka, yang akan bebas berkeliaran dalam ras
yang tidak pernah puas terhadap kesenangan. Bunuh diri ini terjadi ketika
menempatkan orang dalam situasi norma lama tidak berlaku lagi sementara norma
baru belum dikembangkan (tidak ada pegangan hidup). Contoh: bunuh diri dalam
situasi depresi ekonomi seperti pabrik yang tutup sehingga para tenaga kerjanya
kehilangan pekerjangan, dan mereka lepas dari pengaruh regulatif yang selama
ini mereka rasakan.
Contoh
lainnya seperti booming ekonomi yaitu bahwa kesuksesan yang tiba-tiba individu menjauh dari struktur tradisional tempat
mereka sebelumnya melekatkan diri.
4. Bunuh Diri Fatalistis.
Bunuh diri ini terjadi ketika
regulasi meningkat. Durkheim menggambarkan seseorang yang mau melakukan bunuh
diri ini seperti seseorang yang masa depannya telah tertutup dan nafsu yang
tertahan oleh disiplin yang menindas. Contoh: perbudakan.
Dalam teori ini Durkheim
mengulas sifat-sifat, sumber bentuk-bentuk, akibat, dan variasi agama dari
sudut pandang sosiologistis. Agama menurut Durkheim merupakan ”a unified system of belief and practices
relative to sacret things”, dan selanjutnya “ that is to say, things set apart
and forbidden – belief and practices which unite into one single moral
community called church all those who adhere to them.” Agama menurut Durkheim
berasal dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat selalu membedakan mengenai
hal-hal yang dianggap sacral dan hal-hal yang dianggap profane atau duniawi.
Dasar dari pendapat Durkheim
adalah agama merupakan perwujudan dari collective consciouness sekalipun selalu
ada perwujudaan-perwujudan lainnya. Tuhan dianggap sebagai simbol dari
masyarakat itu sendiri yang sebagai collective
consciouness kemudian menjelma ke dalam collective
representation. Tuhan itu hanya lah idealisme dari masyarakat itu sendiri
yang menganggapnya sebagai makhluk yang paling sempurna (Tuhan adalah
personifikasi masyarakat).
Kesimpulannya, agama merupakan
lambang collective representation dalam bentuknya yang ideal, agama adalah
sarana untuk memperkuat kesadaran kolektif seperti ritus-ritus agama. Orang
yang terlibat dalam upacara keagamaan maka kesadaran mereka tentang collective
consciouness semakin bertambah kuat. Sesudah upacara keagamaan suasana
keagamaaan dibawa dalam kehidupan sehari-hari, kemudian lambat laun collective
consciouness tersebut semakin lemah kembali.
B. Kritik
Terhadap Emile Durkheim
Durkheim mendapat kritik
terhadap jalan pikirannya yang tidak kenal kompromi tentang besarnya peran jiwa
kelompok yang membentuk individu-individu anggota masyarakat yang oleh pengeritiknya
dianggap berat sebelah. Namun, Durkeim membantah kritikan tersebut sebab
teori-teorinya bukan tak berdasar, melainkan diperoleh dari
penelitian-penelitian langsungnya dan dengan metode-metode scientific.
Tampilnya Durkheim dengan teori yang dikembangkannya
telah merupakan kekuatan tersendiri untuk menopang kedudukan Sosiologi di dalam
perkembangan selanjutnya. Dia telah mendapat tempat tersendiri di dalam
pemikiran sosiologi dan jasanya begitu besar. Sudah barang tentu tokoh
sosiologi ini tidak lepas dari berbagai kritik tajam yang dialamatkan
kepadanya. Terutama tentang jalan pikirannya tersebut.
Perlu
dicatat, kebolehan Durkheim untuk menerapkan metode yang begitu scientific di
dalam menunjang teori-teori yang diajukannya. Sebagaimana kita lihat dia
beranjak dari fakta-fakta yang dia temukan dan kumpulkan secara mendetail.
Hampir semua teori yang diajukannya itu didukung oleh fakta-fakta dan ini
merupakan prestasi tersendiri dari Sosiolog Perancis ini.
Doyle P Johnson. 1988. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jil 1. Jakarta: GramediaGeorge Ritzer dan Douglas J.Goodman. 2011. Teori Sosiologi. Jil 6. Bantul: Kreasi WacanaSiahaan, Hotman M. 1986. Pengantar Ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta: Erlangga
i like it
BalasHapusbagus banget, sangat bermanfaat.
BalasHapussip
BalasHapusthanks jdi bantu bgtt
BalasHapus