Selasa, 08 Oktober 2013

Dalam Media Perempuan Dieksploitasi atau Tereksploitasi?




Jika kita berbicara tentang gender pasti selalu dikaitkan dengan suatu kesetaraan, dimana ada tuntutan peran wanita dan pria itu setara. Melihat kenyataan pada saat ini Feminisme sudah mendapat tempat di tengah masyarakat, munculnya aktivis-aktivis bagi kaum perempuan sudah menunjukkan bahwa banyak yang peduli akan kesetaraan gender tersebut. Tetapi jika dilihat pada realitas yang ada, masih banyak kejadian-kejadian atau fenomena yang menunjukkan tentang diskrimasi ataupun
eksploitasi terhadap perempuan. Secara tidak langsung masih adanya bentuk penindasan pria terhadap perempuan. Eksploitasi menurut Marx secara sederhana diartikan sebagai pemanfaatan titik lemah satu pihak oleh pihak lain sebagai alat untuk meraih tujuannya sendiri dengan biaya (expense) dari pihak yang dimanfaatkan tersebut. Pengertian yang dirumuskan Feinberg mungkin lebih mudah dipahami, eksploitasi adalah ketika A menjadikan suatu kapasitas dari B sebagai alat untuk mengeruk keuntungan.
            Eksploitasi terhadap perempuan sebenarnya bukan hal baru, melainkan kaji lama yang terus berlanjut hingga sekarang. Terlebih jika kaum perempuan yang berasal dari keluarga miskin, biasannya perempuan ini selalu dianggap kurang berpendidikan, kurang wawasan, kurang informasi dan kurangnya pengalaman. Perempuan ini cenderung pasrah jadi sangat rentan dengan perlakuan yang tidak adil. Kaum perempuan yang biasannya dipekerjakan sebagai buruh pabrik dimana terkadang adanya bentuk pemaksaan, penindasan dan upah yang rendah. Beralih dari kenyataan itu, bentuk eksploitasi terhadap tubuh perempuan dapat kita lihat dalam berbagai iklan di media massa. Sebenarnya bukan suatu hal yang asing lagi bahwa kaum perempuan sering menjadi objek utama media massa. Di media massa elektronik seperti televisi, sosok perempuan sering dijadikan sebagai alat atau komoditas untuk meningkatkan rating sebuah acara ataupun sebagai penarik daya jual suatu barang. Hal ini sangat memprihatinkan karena perempuan cenderung dilihat hanya dari sisi keindahan biologisnya saja. Misal saja iklan rokok, iklan sabun, iklan kondom dll, yang menunjukkan kecantikan, bentuk dan lekuk dari perempuan tersebut. Selain itu, budaya yang ada sekarang sangat menjual mimpi-mimpi agar wanita dapat sukses dengan cara cepat. Media kembali menjadi agen sosialisasi yang berperan dalam pembentukan seorang individu.
Media masa seringkali memuat iklan, ataupun acara yang menunjang stereotip gender, yaitu wanita sebagai objek seks. Eksploitasi dalam kegiatan  periklanan dan semacamnya tidaklah dilihat dalam suatu pemahaman sempit mengenai bagaimana proses keikutsertaan atau keterlibatan perempuan di dalamnya. Pada banyak kasus para perempuan yang terlibat kemungkinan besar berangkat dari keinginan atau kesadaran sendiri dan tidak ada paksaan yang di latarbelakangi oleh banyak faktor, misal masalah ekonomi, ingin terkenal, jalan pintas untuk populer dan sebagainya. Namun yang dimaksud eksploitasi disini adalah lebih pada gagasan yang dibawa oleh tayangan-tayangan semacam itu. Yakni kesan yang menjadikan kaum perempuan secara konsisten dan berkelanjutan ditampilkan dalam posisi yang rendah. Perempuan dianggap sebagai mahkluk yang hanya bermodalkan daya tarik seksual semata. Citra perempuan yang ditampilkan di media masih mengandung unsur-unsur negatif dan diskriminatif. Tidak hanya didalam iklan tetapi juga pada beberapa sinetron, kita sering melihat sang tokoh utama (yang diperankan oleh seorang perempuan) sering menjadi sosok yang lemah dan teraniaya. Sosok perempuan di televisi masih sering dijadikan sebagai boneka untuk menarik minat lebih banyak penonton. Saat ini sebagian besar sinetron Indonesia menampilkan sosok perempuan sebagai sosok yang ditindas ataupun penindas. Jika perempuan itu ditampilkan menjadi sosok penindas, yang ditindasnya pun adalah seorang perempuan. Tayangan-tayangan seperti pada akhirnya semakin melekatkan anggapan di masyarakat bahwa kaum perempuan tak lebih dari sosok makhluk yang lemah dan tak berdaya. Tayangan kekerasan terhadap perempuan juga masih sering ditontonkan di televisi mulai dari aksi bully remaja putri di sekolah, aksi suami atau mertua yang melakukan kekerasan fisik pada perempuan, dan sebagainya.
Dari kejadian yang telah saya paparkan di atas sudah menjadi gambaran bagaimana peran perempuan dalam media Indonesia pada saat ini, bentuk tubuh perempuan tidak dapat hanya di katakan dieksploitasi tetapi juga bisa dikatakan tereksploitasi karena terkadang perempuan malah senang melakoni pekerjaaan seperti itu (menjadi pemeran iklan). walau tanpa adanya paksaan hal itu secara tidak disadari menjadi celah bahwa perempuan telah ditindas dalam bentuk eksploitasi tubuh yang menimbulkan stereotip bahwa kaum perempuan itu lemah dan tertindas.

1 komentar:

  1. kak mau tanya nih soal komodifikasi tentang perempuan itu apa ya? trus prosesnya apa saja ??
    dan di blog nya ini nggak ada bentuk2 eksploitasi?? thanks

    BalasHapus

KALAU MAU KOMEN YANG BAIK YA SAY ^____^