Jika
kita berbicara tentang gender pasti selalu dikaitkan dengan suatu kesetaraan,
dimana ada tuntutan peran wanita dan pria itu setara. Melihat kenyataan pada
saat ini Feminisme sudah mendapat tempat di tengah masyarakat, munculnya
aktivis-aktivis bagi kaum perempuan sudah menunjukkan bahwa banyak yang peduli
akan kesetaraan gender tersebut. Tetapi jika dilihat pada realitas yang ada,
masih banyak kejadian-kejadian atau fenomena yang menunjukkan tentang
diskrimasi ataupun
eksploitasi terhadap perempuan. Secara tidak langsung masih adanya bentuk penindasan pria terhadap perempuan. Eksploitasi menurut Marx secara sederhana diartikan sebagai pemanfaatan titik lemah satu pihak oleh pihak lain sebagai alat untuk meraih tujuannya sendiri dengan biaya (expense) dari pihak yang dimanfaatkan tersebut. Pengertian yang dirumuskan Feinberg mungkin lebih mudah dipahami, eksploitasi adalah ketika A menjadikan suatu kapasitas dari B sebagai alat untuk mengeruk keuntungan.
eksploitasi terhadap perempuan. Secara tidak langsung masih adanya bentuk penindasan pria terhadap perempuan. Eksploitasi menurut Marx secara sederhana diartikan sebagai pemanfaatan titik lemah satu pihak oleh pihak lain sebagai alat untuk meraih tujuannya sendiri dengan biaya (expense) dari pihak yang dimanfaatkan tersebut. Pengertian yang dirumuskan Feinberg mungkin lebih mudah dipahami, eksploitasi adalah ketika A menjadikan suatu kapasitas dari B sebagai alat untuk mengeruk keuntungan.
Eksploitasi terhadap perempuan
sebenarnya bukan hal baru, melainkan kaji lama yang terus berlanjut hingga
sekarang. Terlebih jika kaum perempuan yang berasal dari keluarga miskin, biasannya
perempuan ini selalu dianggap kurang berpendidikan, kurang wawasan, kurang
informasi dan kurangnya pengalaman. Perempuan ini cenderung pasrah jadi sangat
rentan dengan perlakuan yang tidak adil. Kaum perempuan yang biasannya
dipekerjakan sebagai buruh pabrik dimana terkadang adanya bentuk pemaksaan,
penindasan dan upah yang rendah. Beralih dari kenyataan itu, bentuk eksploitasi
terhadap tubuh perempuan dapat kita lihat dalam berbagai iklan di media massa. Sebenarnya
bukan suatu hal yang asing lagi bahwa kaum perempuan sering menjadi objek utama
media massa. Di media massa elektronik seperti televisi, sosok perempuan sering
dijadikan sebagai alat atau komoditas untuk meningkatkan rating sebuah acara
ataupun sebagai penarik daya jual suatu barang. Hal ini sangat memprihatinkan
karena perempuan cenderung dilihat hanya dari sisi keindahan biologisnya saja.
Misal saja iklan rokok, iklan sabun, iklan kondom dll, yang menunjukkan kecantikan,
bentuk dan lekuk dari perempuan tersebut. Selain itu, budaya yang ada sekarang
sangat menjual mimpi-mimpi agar wanita dapat sukses dengan cara cepat. Media
kembali menjadi agen sosialisasi yang berperan dalam pembentukan seorang
individu.
Media
masa seringkali memuat iklan, ataupun acara yang menunjang stereotip gender,
yaitu wanita sebagai objek seks. Eksploitasi dalam kegiatan periklanan dan semacamnya
tidaklah dilihat dalam suatu pemahaman sempit mengenai bagaimana proses
keikutsertaan atau keterlibatan perempuan di dalamnya. Pada banyak kasus para
perempuan yang terlibat kemungkinan besar berangkat dari keinginan atau kesadaran
sendiri dan tidak ada paksaan yang di latarbelakangi oleh banyak faktor, misal
masalah ekonomi, ingin terkenal, jalan pintas untuk populer dan sebagainya.
Namun yang dimaksud eksploitasi disini adalah lebih pada gagasan yang dibawa
oleh tayangan-tayangan semacam itu. Yakni kesan yang menjadikan kaum perempuan
secara konsisten dan berkelanjutan ditampilkan dalam posisi yang rendah.
Perempuan dianggap sebagai mahkluk yang hanya bermodalkan daya tarik seksual
semata. Citra perempuan yang ditampilkan di media masih mengandung unsur-unsur
negatif dan diskriminatif. Tidak hanya didalam iklan tetapi juga pada beberapa
sinetron, kita sering melihat sang tokoh utama (yang diperankan oleh seorang
perempuan) sering menjadi sosok yang lemah dan teraniaya. Sosok perempuan di
televisi masih sering dijadikan sebagai boneka untuk menarik minat lebih banyak
penonton. Saat ini sebagian besar sinetron Indonesia menampilkan sosok
perempuan sebagai sosok yang ditindas ataupun penindas. Jika perempuan itu
ditampilkan menjadi sosok penindas, yang ditindasnya pun adalah seorang
perempuan. Tayangan-tayangan seperti pada akhirnya semakin melekatkan anggapan
di masyarakat bahwa kaum perempuan tak lebih dari sosok makhluk yang lemah dan
tak berdaya. Tayangan kekerasan terhadap perempuan juga masih sering
ditontonkan di televisi mulai dari aksi bully remaja putri di sekolah, aksi
suami atau mertua yang melakukan kekerasan fisik pada perempuan, dan
sebagainya.
Dari
kejadian yang telah saya paparkan di atas sudah menjadi gambaran bagaimana peran
perempuan dalam media Indonesia pada saat ini, bentuk tubuh perempuan tidak
dapat hanya di katakan dieksploitasi tetapi juga bisa dikatakan tereksploitasi
karena terkadang perempuan malah senang melakoni pekerjaaan seperti itu
(menjadi pemeran iklan). walau tanpa adanya paksaan hal itu secara tidak
disadari menjadi celah bahwa perempuan telah ditindas dalam bentuk eksploitasi
tubuh yang menimbulkan stereotip bahwa kaum perempuan itu lemah dan tertindas.
kak mau tanya nih soal komodifikasi tentang perempuan itu apa ya? trus prosesnya apa saja ??
BalasHapusdan di blog nya ini nggak ada bentuk2 eksploitasi?? thanks