Karakter karakter dan karakter lagi, kharakter
siapa dan untuk apa? Berbicara tentang karakter Indonesia tak akan pernah ada
habisnya. Histori menggambarkan bahwa bangsa Indonesia mempunyai karakter yang
ramah, sopan santun dan bergotong royong. Mari kita lihat apakah karakter yang
seperti itu masih dimiliki oleh bangsa kita?. Seperti yang di katakan oleh
Mohandas K. Gandhi
dalam Basis: adanya ancaman mematikan suatu bangsa dari tujuh
dosa sosial yaitu politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan
tanpa moralitas, kesenangan tanpa nurani, pendidikan tanpa karakter, sains
tanpa humanitas dan peribadatan tanpa pengorbanan. Sejauh mana dosa social yang
telah di lakukan bangsa kita? Setelah kita renungkan bersama dapat dilihat bahwa bangsa kita saat ini berjalan
terhengkang-hengkang dengan tujuh dosa socialnya. Semua itu terjadi berawal
dari tenggelamnya karakter individu-individu. Perhatikan data dibawah ini:
·
158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang
2004-2011
·
42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu
2008-2011
·
30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus
suap pemilihan DGS BI
·
Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti
KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM (Sumber
: Litbang Kompas).
Data itu
masih sampai tahun 2011 saja belum ditambah data sampai tahun 2014, belum lagi
ditambah kasus korupsi yang tak terlihat, belum ditambah korupsi yang dilakukan
institusi-institusi swasta. Itu adalah bukti dari bobroknya karakter diri
individu. Kecerdasan otak jika tidak diimbangi dengan kecerdasan kepribadian
merupakan marabahaya, maka dari itu sangatlah penting pendidikan berkarakter.
Banyak sekali yang menyalahkan para generasi muda atas karamnya bangsa ini,
padahal tak sedikit yang tua-tua yang duduk dikursi pemerintahan melakukan
kesalahan dan sanat merugikan Negara.
Seharusnya bukan saling menyalahkan tetapi berbenah demi kebaikan bersama.
Sekolah adalah tempat utama membangun karakter seseorang, sekarangpun upaya
penerapan pendidikan berkarakter telah digalakkan. Pembelajaran moral, budi
pekerti dan kepribadian disusupkan kedalam semua mata pelajaran yang harapannya
para siswa dapat mengaplikasikan kedalam kehidupannya sehari-hari. Sekolah
tempat pembentukkan karakter juga menumbuhkan rasa Nasionalisme (mencinta
Negara). Apakah masalah karakter berhenti disini saja? sepertinya tidak,
sekarang kita beralih ke permasalahan karakter Negara Indonesia.
Berbicara
karakter Negara sama dengan berbicara tentang konsep Negara. Seperti
yang penulis katakan di awal bahwa secara histori Indonesia dikenal dengan
Negara ramah-tamah, sopan santun dan gotong royong. Secara
normatif Indonesia lebih menekankan pada sosialisme namun, jika dicermati pada
praktiknya justru egoisme yang dikedepankan. Beberapa tahun yang lalu Pancasila diresmikan
dan sangat disakralkan sebagai ideology Negara namun sayangnya tidak dijabarkan
secara jelas dan sistematis dalam tataran filosofis atau paradigmanya. Mengapa
di negara ini sampai terjadi kesenjangan antara konsep yang sosialis dengan
tataran praksisnya yang egoistis, apa pemicu utamanya? Mungkin pada dasarnya
konsepnya sendiri yang tidak begitu jelas, atau karena konsepnya tidak jelas
lantas tidak didukung oleh orang-orang yang paham dan commited terhadap konsep tersebut. Jadi, antara aktor dan perilaku
politik dengan ideologi negara ini tidak ada kesinambungan. Para pemerintahnya
mengambil keputusan semena-menana dan egoistis dengan mengatasnamakan beralasan
Pancasilais.
Kita
bisa lihat dua model yang berhasil di dunia yaitu Kapitalis dan Sosialis.
Dimana kedua konsep ini jelas, dan paham bagaimana cara meraih tujuannya. Kedua
model ini berkembang karena jelas paradigmanya. Dan yang terpenting adalah kedua model ini sangat
terbuka atas kritikan. Mengapa Pancasila begitu di sakralkan dan tidak mau
menerima kritikan agar berkembang juga?. Negara-negara maju yang kita lihat
saat ini sebenarnya tidak murni 100% menerapkan kapitalis atupun sosialis. Kita
bisa lihat Negara Cina yang sekarang maju karena menerapkan sosialis tetapi
juga dengan bumbu kapitalis, walaupun cina adalah Negara komunis tetapi gagasan
individualisme tetap ditampung yaitu harapann untuk menjadi kaya raya sangat
tinggi. Sebaliknya juga Barat yang kapitalis, tetapi spirit sosialisme diadopsi
dimana bagi para Tuan atau yang kaya raya dapat menyantuni mereka yang miskin
(melalui pajak tinggi) Karena dalam diri masing-masing warga terdapat tuntutan
hak-hak individu. Lalu, posisi Indonesia sebagai negara, konsepsi apakah yang dengan
jelas dapat ditangkap?. Banyak yang menyatakan bahwa pancasila adalah gabungan
dari sari kebaikan kapitalis dan sosialis tapi mengapa pada penerapannya malah
menjadi gabungan sampah kapitalis dan sosialis. Kapitalisme sampahnya berupa
semangat egois untuk mengumpulkan duit dan sampah sosialis berbentuk
kediktatoran negara terhadap rakyat.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa Negara Indonesia bisa maju dengan karakteristik jelas. konsep
Pancasilanya yang jelas, juga karakter masyarakatnya. Untuk menerapkan karakter
Pancasila dibutuhkan orang-orang dan generasi-generasi yang berbudi pekerti
luhur, mempunyai moralitas tinggi dan rasa Nasionalisme yang tinggi.
“Aristoteles mengatakan bahwa seseorang yang baik tidak hanya mempunyai satu
kebajikan, sikap dan tindak tanduk orang tersebut adalah panduan moralita dalam
segala hal (Hersh, et.al., 2009)”dikutip dari media online pewarta.com. Seorang
yang berkarakter harus mampu memancarkan kebajikan yang berasal dari kesamaan
antara ucapan, sikap, dan perbuatan. Apa yang selama ini dilakukan oleh bangsa
kita untuk menemukan kembali karakter bangsa baru pada tahap ucapan maka
dibutuhkan generasi yang bisa menyelesaikan tahap sikap hingga tahap perbuatan.
Agar karamnya Negara ini bisa diselamatkan oleh para manusia yang berkarakter
baik jelasnya. Terapkan pendidikan berkarakter, aplikasikan dalam kehidupan
maka Jayalah Indonesia.
Sumber bacaan:
Bulletin Basis “Hancur Karakter, Hancur bangsa” oleh
Yudi Latif
buku membela kebebasan beragama.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KALAU MAU KOMEN YANG BAIK YA SAY ^____^