Jumat, 20 November 2015

cara berfikir sederhana LYOTARD , HABERMAS, (TEORI SOSIAL KRITIK DAN POSTMODERN)



1. Pendidikan dengan Pandangan Postmodern
Pendidikan merupakan bagian penting sebagai penentu kemajuan suatu bangsa dan negara. Pendidikan dalam arti umum adalah tempat memperoleh ilmu pengetahuan. Tetapi pada kenyataannya fasilitas pendidikan hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang mampu. Dalam artian pendidikan saat ini telah menjadi alat jual beli untuk perdagangan. Tenaga-tenaga pengajar kini diberikan penghasilan tinggi dengan berbagai tunjangan tidak menjadikan permasalahan pendidikan berkurang melainkan menambah kekompleksan permasalahan besar.
Jika dikaji dengan Pandangan Lyotard dari perkuliahan yang saya dapat adalah sebagai berikut
·        Narasi besar (bernuansa modern) telah menggeser narasi-narasi kecil yang bersifat budaya. Seperti contoh dalam kasus pendidikan, dalam era modern Ilmu pengetahuan dapat diperoleh di sekolah. Iya sekolah dengan sistem-sistem yang diadaptasi dari dunia modern. Sekolah dengan standarisasi yang didapat melalui kesepakatan dunia modern (dunia barat). Adanya pembatasan ilmu dengan diadakannya Kurikulum.
·        Ilmu telah kehilangan esensinya yang berarti dalam dunia pendidikan. Ilmu yang sebenarnya akan menjadi ilmu yang seharusnya. Contoh yang dapat kita lihat di sekitar kita. Ketika Universitas berdiri dengan puluhan fakultas dan juga ratusan jurusan. Universitas mendirikan jurusan dan mengajarkan ilmu-ilmu terapan yaitu ilmu yang diminta oleh pasar. Misalnya saja dalam jurusan ilmu komunikasi. Yang diajarkan adalah bagaimana cara kita berkomunikasi dengan baik dan juga benar. Bagaimana cara belajar untuk berkomunikasi dalam pemasaran dan bisnis, mengajarkan kita berkomunikasi ala presenter dan lain-lain. Bukan belajar dan melihat bagaimana komunikasi berfungsi sebagai alat interaksi, dan lain-lain. Pada realitas saat ini, anak-anak yang kuliah dalam jurusan ilmu komunikasi diajarkan cara atau ilmu-ilmu sesuai permintaan pasar yang telah dibangun dunia modern atau bisa dikatakan mengikuti narasi besar atas dunia.


·        Pendidikan telah menjadi komoditas: seperti yang telah dijabarkan diatas tadi, ilmu telah kehilangan esensinya dan menjadi alat komoditas untuk meraup keuntungan oleh pihak-pihak tertentu. Pendidikan menjual fasilitas sarana dan prasana, sekolah-sekolah berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaik agar memperoleh banyak peserta didik. Dengan fasilitas yang semakin hari semakin mewah tentu menjadikan harga/biaya pendidikan mahal dan hanya dijangkau oleh kalangan tertentu. Seperti yang terjadi disekitar saya, saya tergabung dalam komunitas peduli anak jalanan. Beberapa diantara mereka yang turun kejalan adalah anak-anak. Mereka mengaku lebih memilih mengamen dipinggir jalan daripada sekolah yang menghabiskan banyak uang, waktu, biaya untuk buku, dan lain-lain. Walaupun sesungguhnya mereka ingin bersekolah agar mendapatkan status sosial.
·        Pendidikan sebagai fasilitas untuk melegitimasi. Seperti cerita tentang anak jalanan diatas yang sebenarnya ingin sekolah dan memiliki status sosial agar diakui masyarakat. Hal ini sudah memperlihatkan bagaimana kekuatan pendidikan untuk melegitimasi. Kasus lain adalah jabatan yang diperoleh dalam dunia pendidikan. Misal didunia pendidikan ada strata, semakin tinggi pangkat dan status kepegawaian akan memberikan status tinggi juga di dalam masyarakat.
·        Pendidikan mengarah kepada kepentingan naratif yaitu narasi besar untuk kemajuan dan perkembangan teknologi. contoh: ilmu manajemen lebih diminati dari pada ilmu ekonomi murni. Ilmu teknik mesin diminati dari pada ilmu murni fisika, ilmu kedokteran lebih diminati dari pada ilmu biologi. Kenyataan diatas memperlihatkan bahwa dunia pendidikan mengikuti narasi besar yang telah dibuat oleh dunia barat untuk kemajuan (kemajuan sesuai standar-standar yang dibangun negara barat pusat kemodernitasan) Telah diuraikan diatas bagaimana dunia pendidikan bisa menjadi fasilitas untuk mewujudkan narasi besar sesuai permintaan dunia post-modern.

Solusi untuk dunia pendidikan saat ini adalah tetap menjadikan sekolah/ tempat pendidikan sebagai sarana untuk seluruh masyarakat. Penyamarataan pendidikan di seluruh pelosok agar pendidikan bisa dijangkau semua kalangan. Pemerintah memberikan fasilitas yang sama terhadap seluruh sekolah agar pendidikan tidak menjadi alat komoditas. Tetap mempertahankan narasi-narasi kecil yang bersifat tradisional agar tetap adanya sikap saling menghargai.
2. IPTEK dan Gaya Hidup
Masih dengan Lyotard tentang narasi besar yang menjadikan masyarakat mengikuti standarisasi yang telah ditentukan. Setelah diuraikan di bagian pertama bagaimana dunia pendidikan mendukung ilmu pengetahuan mengikuti grand naration dan berlanjut pada kemajuan teknologi. Menurut Lyotard, modernitas lebih dipahami sebagai sebuah proyek intelektual dalam sejarah dan kebudayaan Barat yang berusaha mencari kesatuan dibawah bimbingan suatu ide pokok yang terarah pada kemajuan. Kemajuan ilmu pengetahuan diiringi dengan perkembangan teknologi yang begitu luar biasa menjadikan masyarakat memiliki kemudahan untuk kegiatan apapun. Pandangan lyotard mengarahkan bahwa ilmu pengetahuan mengarahkan kita kepada kepentingan naratif yaitu mendukung teknologi. Contoh: saya adalah siswi SMA IPA yang setelah lulus menginginkan untuk berkuliah di jurusan teknik informatika. Yang saya pikirkan saat itu adalah bagaimana cara supaya saya punya ilmu yang dapat digunakan untuk bertahan hidup di jaman teknologi berkembang pesat. Secara tidak sadar sebenarnya pola pikir dan gaya hidup saya telah mengikuti narasi besar yang telah dibuat dunia.
Mengingat teori Herbert Marcuse dengan dimensi afirmatif dan dimensi negatifnya yang menjadi satu dimensi. Dimana kesimpulannya adalah masyarakat maju dimanipulasi oleh keadaan modernisasi untuk bertujuan melancarkan system produksi kapitalis. Dan hidup diera modernitas seperti siklus
Ilmu pengetahuan à Teknologi à masyarakat mengonnsumsi dan menggunakan à keuntungan kapitalis untuk  mengembangkan ilmu pengetahuanà Teknologi baru.
Teknologi pada awalnya mampu memberikan pencerahan, terlihat ketika hadir mesin cuci untuk membantu ibu rumah tangga. Saat itu pula masyarakat berada dalam kesadaran palsu dan merasakan bahwa teknologi itu memberikan kemudahan. Tanpa disadari sebenarnya teknologi memberikan masalah baru bagi masyarakat. Contoh adanya robot yang menggantikan pekerjaan manusia dapat mengakibatkan pengangguran. Perkembangan teknologi media menjadikan generasi bobrok ditunjukkan dengan anak TK yang menyanyikan lagu sakitnya tuh disini

3. Agama, Demokrasi Liberatif dan Ruang Publik Habermas.
Melihat Agama di Indonesia yang sangat bervariasi dan beragam menjadikan kita lebih toleransi. Namun semakin hari semakin marak kasus terkait agama. Adanya dominasi oleh agama-agama tertentu, tidak jarang terjadi pelecehan keagamaan, tindak anarkis juga memasukkan kepentingan-kepentingan agama dalam politik. Jika kita melihat  permasalahan tersebut dengan kaca mata “tindakan komunikatif” oleh Jurgen Habermas. Menurut habermas masyarakat modern adalah masyarakat yang dapat mencapai konsesus bersama dalam artian memiliki pandangan rasionalitas, kesepahaman dan persetujuan. Untuk melihat permasalahan yang menyangkut keagamaan dan kebijakan dapat kita gunakan gagasan habermas yaitu demokrasi liberatif. Demokrasi liberatif yang saya pahami adalah salah satu cara untuk mencapai kebijakan yang berasal dari dua arah. Tidak hanya satu pihak (pembuat kebijakan) tetapi juga melihat dan mendengar fakta-fakta dipublik. Dan kebijakan tersebut akan bersifat terbuka untuk direvisi. Demokrasi liberatif juga mendengarkan opini hingga aspirasi dari publik. Demokrasi Liberatif dapat di peroleh melalui ruang publik. Ruang publik yang sehat harus memenuhi dua persyaratan, yakni bebas dan kritis. Bebas artinya setiap pihak dapat berbicara di mana pun, berkumpul, dan berpartisipasi dalam dalam debat politik. Kritis artinya siap dan mampu secara adail dan bertanggung jawab menyoroti proses-proses pengambilan keputusan yang bersifat publik. Dengan kata lain, ruang publik adalah sebuah konsep normatif yang mengandaikan adanya komunikasi ideal, di mana para peserta bersiskusi dalam keadaan bebas dan setara, tanpa diskriminasi, tanpa tekanan mengenai kehidupan bersama.
Maka dari itu untuk permasalahan keagamaan diperlukan toleransi yaitu dapat diterapkan tindakan komunikatif oleh masyarakat. Melalui ruang public, agar tercapai suatu konsesus yang berlaku secara umum di masyarakat. Dari contoh yang ada disekitar saya: FISIP UB mempunyai beberapa lembaga semi otonom (LSO) yang mejembatani mahasiswa untuk berkarya dan beraktivitas. LSO yang diresmikan ini juga menjadi ruang public bagi mahasiswa.beberapa hari terakhir  muncul kritik dari beberapa mahasiswa kristian yang kepada pihat dekanat. Mengapa Kerohanian agama islam di fisip bisa menjadi resmi sedangkan kerohanian agama Kristen dan lain-lain tidak dapat diresmikan.dengan adanya demokrasi deliberative dan obrolan-obrolan melalui ruang public mahasiswa yaitu kantin, secretariat LSO, Himpunan. Akan muncul kesepakatan untuk menyelesaikan perkara tersebut. dan sekarang pihak dekanat sedang memproses dan melakukan tinjauan ulang untuk LSO Kerohanian agama Kristen.
Jadi kesimpulannya diperlukan keterbukaan dan tidak ada klaim kebenaran atas beberapa pihak. Diperlukan komunikasi secara terbuka juga toleransi untuk menyelesaikan permasalahan keagamaan. Dan sebagai masyarakat modern kita harus mengedepankan rasionalitas tanpa ada klaim kepercayaaan mana yang paling benar.
Reverensi bacaan: http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/12/jurgen-habermas-demokrasi-deliberatif-dan-ruang-publik-426994.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KALAU MAU KOMEN YANG BAIK YA SAY ^____^