1.
Pendidikan dengan Pandangan Postmodern
Pendidikan
merupakan bagian penting sebagai penentu kemajuan suatu bangsa dan negara.
Pendidikan dalam arti umum adalah tempat memperoleh ilmu pengetahuan. Tetapi
pada kenyataannya fasilitas pendidikan hanya dapat dirasakan oleh orang-orang
yang mampu. Dalam artian pendidikan saat ini telah menjadi alat jual beli untuk
perdagangan. Tenaga-tenaga pengajar kini diberikan penghasilan tinggi dengan
berbagai tunjangan tidak menjadikan permasalahan pendidikan berkurang melainkan
menambah kekompleksan permasalahan besar.
Jika
dikaji dengan Pandangan Lyotard dari perkuliahan yang saya dapat adalah sebagai
berikut
·
Narasi besar (bernuansa
modern) telah menggeser narasi-narasi kecil yang bersifat budaya. Seperti
contoh dalam kasus pendidikan, dalam era modern Ilmu pengetahuan dapat
diperoleh di sekolah. Iya sekolah dengan sistem-sistem yang diadaptasi dari
dunia modern. Sekolah dengan standarisasi yang didapat melalui kesepakatan
dunia modern (dunia barat). Adanya pembatasan ilmu dengan diadakannya
Kurikulum.
·
Ilmu telah kehilangan
esensinya yang berarti dalam dunia pendidikan. Ilmu yang sebenarnya akan menjadi ilmu yang seharusnya. Contoh yang dapat kita lihat di sekitar kita. Ketika
Universitas berdiri dengan puluhan fakultas dan juga ratusan jurusan.
Universitas mendirikan jurusan dan mengajarkan ilmu-ilmu terapan yaitu ilmu
yang diminta oleh pasar. Misalnya saja dalam jurusan ilmu komunikasi. Yang
diajarkan adalah bagaimana cara kita berkomunikasi dengan baik dan juga benar.
Bagaimana cara belajar untuk berkomunikasi dalam pemasaran dan bisnis,
mengajarkan kita berkomunikasi ala presenter dan lain-lain. Bukan belajar dan
melihat bagaimana komunikasi berfungsi sebagai alat interaksi, dan lain-lain. Pada
realitas saat ini, anak-anak yang kuliah dalam jurusan ilmu komunikasi
diajarkan cara atau ilmu-ilmu sesuai permintaan pasar yang telah dibangun dunia
modern atau bisa dikatakan mengikuti narasi besar atas dunia.
·
Pendidikan telah
menjadi komoditas: seperti yang telah dijabarkan diatas tadi, ilmu telah
kehilangan esensinya dan menjadi alat komoditas untuk meraup keuntungan oleh
pihak-pihak tertentu. Pendidikan menjual fasilitas sarana dan prasana,
sekolah-sekolah berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaik agar memperoleh
banyak peserta didik. Dengan fasilitas yang semakin hari semakin mewah tentu
menjadikan harga/biaya pendidikan mahal dan hanya dijangkau oleh kalangan
tertentu. Seperti yang terjadi disekitar saya, saya tergabung dalam komunitas
peduli anak jalanan. Beberapa diantara mereka yang turun kejalan adalah
anak-anak. Mereka mengaku lebih memilih mengamen dipinggir jalan daripada
sekolah yang menghabiskan banyak uang, waktu, biaya untuk buku, dan lain-lain.
Walaupun sesungguhnya mereka ingin bersekolah agar mendapatkan status sosial.
·
Pendidikan sebagai
fasilitas untuk melegitimasi. Seperti cerita tentang anak jalanan diatas yang
sebenarnya ingin sekolah dan memiliki status sosial agar diakui masyarakat. Hal
ini sudah memperlihatkan bagaimana kekuatan pendidikan untuk melegitimasi.
Kasus lain adalah jabatan yang diperoleh dalam dunia pendidikan. Misal didunia
pendidikan ada strata, semakin tinggi pangkat dan status kepegawaian akan
memberikan status tinggi juga di dalam masyarakat.
·
Pendidikan mengarah
kepada kepentingan naratif yaitu narasi besar untuk kemajuan dan perkembangan
teknologi. contoh: ilmu manajemen lebih diminati dari pada ilmu ekonomi murni.
Ilmu teknik mesin diminati dari pada ilmu murni fisika, ilmu kedokteran lebih
diminati dari pada ilmu biologi. Kenyataan diatas memperlihatkan bahwa dunia
pendidikan mengikuti narasi besar yang telah dibuat oleh dunia barat untuk
kemajuan (kemajuan sesuai standar-standar yang dibangun negara barat pusat
kemodernitasan) Telah diuraikan diatas bagaimana dunia pendidikan bisa menjadi
fasilitas untuk mewujudkan narasi besar sesuai permintaan dunia post-modern.
Solusi untuk dunia pendidikan saat ini adalah tetap
menjadikan sekolah/ tempat pendidikan sebagai sarana untuk seluruh masyarakat.
Penyamarataan pendidikan di seluruh pelosok agar pendidikan bisa dijangkau
semua kalangan. Pemerintah memberikan fasilitas yang sama terhadap seluruh
sekolah agar pendidikan tidak menjadi alat komoditas. Tetap mempertahankan
narasi-narasi kecil yang bersifat tradisional agar tetap adanya sikap saling
menghargai.
2. IPTEK dan Gaya Hidup
Masih
dengan Lyotard tentang narasi besar yang menjadikan masyarakat mengikuti
standarisasi yang telah ditentukan. Setelah diuraikan di bagian pertama
bagaimana dunia pendidikan mendukung ilmu pengetahuan mengikuti grand
naration dan berlanjut pada kemajuan teknologi. Menurut Lyotard,
modernitas lebih dipahami sebagai sebuah proyek intelektual dalam sejarah dan
kebudayaan Barat yang berusaha mencari kesatuan dibawah bimbingan suatu ide
pokok yang terarah pada kemajuan. Kemajuan ilmu pengetahuan diiringi dengan
perkembangan teknologi yang begitu luar biasa menjadikan masyarakat memiliki
kemudahan untuk kegiatan apapun. Pandangan lyotard mengarahkan bahwa ilmu
pengetahuan mengarahkan kita kepada kepentingan naratif yaitu mendukung teknologi.
Contoh: saya adalah siswi SMA IPA yang setelah lulus menginginkan untuk
berkuliah di jurusan teknik informatika. Yang saya pikirkan saat itu adalah
bagaimana cara supaya saya punya ilmu yang dapat digunakan untuk bertahan hidup
di jaman teknologi berkembang pesat. Secara tidak sadar sebenarnya pola pikir
dan gaya hidup saya telah mengikuti narasi besar yang telah dibuat dunia.
Mengingat
teori Herbert Marcuse dengan dimensi afirmatif dan dimensi negatifnya yang
menjadi satu dimensi. Dimana kesimpulannya adalah masyarakat maju dimanipulasi
oleh keadaan modernisasi untuk bertujuan melancarkan system produksi kapitalis.
Dan hidup diera modernitas seperti siklus
Ilmu
pengetahuan à Teknologi à
masyarakat mengonnsumsi dan menggunakan à
keuntungan kapitalis untuk mengembangkan
ilmu pengetahuanà Teknologi baru.
Teknologi
pada awalnya mampu memberikan pencerahan, terlihat ketika hadir mesin cuci
untuk membantu ibu rumah tangga. Saat itu pula masyarakat berada dalam
kesadaran palsu dan merasakan bahwa teknologi itu memberikan kemudahan. Tanpa
disadari sebenarnya teknologi memberikan masalah baru bagi masyarakat. Contoh
adanya robot yang menggantikan pekerjaan manusia dapat mengakibatkan
pengangguran. Perkembangan teknologi media menjadikan generasi bobrok ditunjukkan
dengan anak TK yang menyanyikan lagu sakitnya
tuh disini
3. Agama, Demokrasi Liberatif dan Ruang Publik
Habermas.
Melihat
Agama di Indonesia yang sangat bervariasi dan beragam menjadikan kita lebih
toleransi. Namun semakin hari semakin marak kasus terkait agama. Adanya
dominasi oleh agama-agama tertentu, tidak jarang terjadi pelecehan keagamaan,
tindak anarkis juga memasukkan kepentingan-kepentingan agama dalam politik.
Jika kita melihat permasalahan tersebut
dengan kaca mata “tindakan komunikatif” oleh Jurgen Habermas. Menurut habermas
masyarakat modern adalah masyarakat yang dapat mencapai konsesus bersama dalam
artian memiliki pandangan rasionalitas, kesepahaman dan persetujuan. Untuk
melihat permasalahan yang menyangkut keagamaan dan kebijakan dapat kita gunakan
gagasan habermas yaitu demokrasi liberatif. Demokrasi liberatif yang saya
pahami adalah salah satu cara untuk mencapai kebijakan yang berasal dari dua
arah. Tidak hanya satu pihak (pembuat kebijakan) tetapi juga melihat dan
mendengar fakta-fakta dipublik. Dan kebijakan tersebut akan bersifat terbuka
untuk direvisi. Demokrasi liberatif juga mendengarkan opini hingga aspirasi
dari publik. Demokrasi Liberatif dapat di peroleh melalui ruang publik. Ruang
publik yang sehat harus memenuhi dua persyaratan, yakni bebas dan kritis. Bebas
artinya setiap pihak dapat berbicara di mana pun, berkumpul, dan berpartisipasi
dalam dalam debat politik. Kritis artinya siap dan mampu secara adail dan
bertanggung jawab menyoroti proses-proses pengambilan keputusan yang bersifat
publik. Dengan kata lain, ruang publik adalah sebuah konsep normatif yang
mengandaikan adanya komunikasi ideal, di mana para peserta bersiskusi dalam
keadaan bebas dan setara, tanpa diskriminasi, tanpa tekanan mengenai kehidupan
bersama.
Maka
dari itu untuk permasalahan keagamaan diperlukan toleransi yaitu dapat
diterapkan tindakan komunikatif oleh masyarakat. Melalui ruang public, agar
tercapai suatu konsesus yang berlaku secara umum di masyarakat. Dari contoh
yang ada disekitar saya: FISIP UB mempunyai beberapa lembaga semi otonom (LSO)
yang mejembatani mahasiswa untuk berkarya dan beraktivitas. LSO yang diresmikan
ini juga menjadi ruang public bagi mahasiswa.beberapa hari terakhir muncul kritik dari beberapa mahasiswa
kristian yang kepada pihat dekanat. Mengapa Kerohanian agama islam di fisip
bisa menjadi resmi sedangkan kerohanian agama Kristen dan lain-lain tidak dapat
diresmikan.dengan adanya demokrasi deliberative dan obrolan-obrolan melalui
ruang public mahasiswa yaitu kantin, secretariat LSO, Himpunan. Akan muncul
kesepakatan untuk menyelesaikan perkara tersebut. dan sekarang pihak dekanat
sedang memproses dan melakukan tinjauan ulang untuk LSO Kerohanian agama
Kristen.
Jadi
kesimpulannya diperlukan keterbukaan dan tidak ada klaim kebenaran atas
beberapa pihak. Diperlukan komunikasi secara terbuka juga toleransi untuk
menyelesaikan permasalahan keagamaan. Dan sebagai masyarakat modern kita harus
mengedepankan rasionalitas tanpa ada klaim kepercayaaan mana yang paling benar.
Reverensi
bacaan: http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/12/jurgen-habermas-demokrasi-deliberatif-dan-ruang-publik-426994.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
KALAU MAU KOMEN YANG BAIK YA SAY ^____^